INILAH.COM, Jakarta Dalam sepekan terakhir, rupiah mencatatkan angka positif 0,70%. Ada optimisme tercapainya kesepakatan anggaran AS yang hingga saat ini masih diperjuangkan para senator di Capitol Hill.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang dilansir Bank Indonesia, nilai tukar rupiah sepekan lalu menguat 81 poin (0,70%) ke posisi 11.475,00 pada Jumat, 11 Oktober 2013. Angka tersebut dibandingkan dengan Jumat pekan sebelumnya, 4 Oktober 2013 di level 11.556 per dolar AS.
Reza Priyambada, Kepala Riset Trust Securities mengatakan, laju rupiah akhirnya tercatat menguat selama sepekan kemarin. "Meski di awal pekan terdapat berita utang dalam denominasi dolar AS Indonesia mengalami kenaikan seiring dengan masih rendahnya nilai tukar rupiah," katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Senin (14/10/2013).
Hanya saja, lanjut Reza, yield obligasi dolar AS Indonesia mengalami sedikit penurunan. "Hal ini seiring masih adanya penilaian positif pelaku pasar di awal pekan terhadap rilis deflasi dan mulai surplusnya neraca perdagangan Indonesia," ujarnya.
Selain itu, kenaikan laju rupiah di awal pekan terbantukan dengan kenaikan nilai tukar pound sterling seiring rilis indeks optimisme industri keuangan Inggris dan apresiasi yuan China serta dolar Taiwan. "Penguatan berbagai mata utang tersebut seiring melemahnya nilai dolar AS karena makin berlarut-larutnya pembahasan anggaran AS," papar dia.
Selanjutnya, kata dia, rupiah kembali melemah hingga di akhir pekan mampu terapresiasi. "Pelemahan yang terjadi seiring dengan rilis bertahannya BI rate di level 7,25% yang dianggap kurang memberikan amunisi bagi rupiah," tuturnya.
Bahkan, kata dia, adanya pemberitaan akan terpilihnya Janet Yellen sebagai pengganti Gubernur The Fed saat ini, Ben Bernanke, yang dianggap mampu membawa kondisi moneter ekonomi AS akan lebih baik justru mengakibatkan dolar AS terus mengalami kenaikan. "Ini berimbas negatif pada laju rupiah," ucapnya.
Tak ketinggalan, masih alotnya pembahasan anggaran AS masih membuat penghindaran terhadap aset berisiko dan imbasnya negatif bagi rupiah. "Tetapi, adanya indikasi tercapainya kesepakatan anggaran AS membuat tekanan risiko finansial mulai berkurang dan dimanfaatkan mata uang emerging market untuk terapresiasi," imbuh Reza.