korea by dewanti

Saturday, November 16, 2013

BUMI Tetap Andalkan Pasar China dan India

INILAH.COM, Jakarta - PT Bumi Resources Tbk (BUMI) mengharapkan terjadinya peningkatan kebutuhan batu bara seiring pertumbuhan ekonomi di China dan India.
Harapan tersebut untuk mendukung harga jual batu bara sehingga mengamankan target pendapatan perseroan. Perseroan memiliki lokasi yang ideal untuk pasar batu bara utama di Asia dan Eropa. Demikian mengutip materi paparan publik perseroan di keterbukaan informasi BEI, Jumat (15/11/2013).
Perseroan akan melakukan paparan publik pada Rabu (20/11/2013) pekan depan. Saat ini perseroan memiliki cadangan batu bara mencapai 3,3 miliar metrik ton atau meningkat 27 persen dari 2,6 miliar metrik ton pada tahun 2009 lalu. Cadangan tersebut mayoritas berasal dari anak usaha seperti KPC hingga 1,3 miliar metrik ton dan Arutmin mencapai 410 juta metrik ton.
Sementara perseroan juga memiliki 13,9 miliar matrik ton sumber daya batu bara. Sebab masih terdapat potensi yang sangat besar untuk mengembangkan cadangan. Apalari tambang KPC masih melakukan eksplorasi sebagian.
Penjualan batu bara perseroan tahun 2012 untuk pasar China mencapai 27 persen, pasar India 20 persen, pasar lokal 16 persen, pasar Jepang 17 persen, pasar Asia Tenggara 11 persen.
Apalagi biaya kas produksi perseroan menurun sebesar 11,4 persen. Hal ini karena efisiensi yang lebih tinggi, harga bahan bakar yang lebih rendah sebesar 24 persen. Selain itu karena penurunan rasio pengupasan sebesar 19,2 persen dari tahun ke tahun.
Sementara kinerja perseroan per kuartal ketiga 2013 antara lain pendapatan mencapai US$2,6 miliar atau turun empat persen dari US$2,7 miliar pada periode yang sama 2012.
Untuk beban pokok menjadi US$2,09 miliar atau naik empat persen dari sebelumnya US$2,01 miliar. Laba bruto turun 26 persen menjadi US$557,6 juta dari US$750,3 juta.
Sedangkan laba operasional melemah 31 persen menjadi US$215,8 juta dari US$312,4 juta. Namun untuk rugi bersih menurun 40 persen menjadi US$377,5 juta dari US$632,5 juta.
Pada perdagangan akhir pekan ini, saham BUMI melemah Rp10 ke Rp400 dengan volume 130.299 saham senilai Rp26,4 miliar sebanyak 1.121 kali transaksi.

Wall Street Tembus Rekor 3 Hari Berturut-turut

New York -Saham-saham di bursa Wall Street AS terus bergerak naik. Pada perdagangan Jumat kemarin, Wall Street menembus rekor baru. Dalam 3 hari berturut-turut, bursa Wall Street terus mencetak rekor baru.
Kenaikan saham-saham ini terjadi setelah calon Gubernur Bank Sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) Janet Yellen, menyatakan akan mempertahankan program stimulus.
Pada perdagangan Jumat (15/11/2013), indeks Dow Jones Industrial Average tembus rekor dengan naik 85,84 poin (0,54%) ke level 15.961,7. Sementara indeks S&P 500 naik 7,56 poin (0,42%) ke rekor barunya di 1.798,18. Indeks Nasdaq naik 13,23 poin (0,33%) ke level 3.985,97.
Dikutip dari AFP, Sabtu (16/11/2013), sebelumnya Yellen juga mengatakan tidak percaya bahwa sektor properti dan pasar saham AS sedang mengalami bubble atau gelembung. (detik.com)

MNCN Buyback 900.500 Saham

INILAH.COM, Jakarta - PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) kembali realisasikan buyback saham sebanyak 900.500 saham atau senilai Rp2,19 miliar.
Transaksi buyback saham dilakukan perseroan pada 14 November 2013, dengan harga rata-rata per saham Rp2.436. Demikian mengutip keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (15/11/2013).
Aksi buyback saham ini merujuk peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor :2/POJK.04/2013 tanggal 23 Agustus 2013. Tercatat harga saham MNCN pada penutupan Jumat (15/11/2013) mengalami penurunan 50 poin atau 2,04% dari sebelumnya menjadi Rp2.400 per saham.

Tapering Fed Tak Pasti, Rupiah Lesu

INILAH.COM, Jakarta - Kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar spot valas antar bank Jakarta, Jumat (15/11/2013) ditutup melemah 70 poin (0,60%) ke posisi 11.605/11.635 dari posisi kemarin 11.535/11.550.
Analis senior Monex Investindo Futures, Albertus Christian mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah seiring juga dengan pelemahan nilai tukar berbagai mata uang di Asia. Meski ada komentar yang dovish (pro moneter longgar) dari calon tunggal Gubernur The Fed Janet Yellen, pasar mengindikasikan kekhawatiran capital outflow dari sejumlah negara berkembang di Asia.
Kekhawatiran itu muncul akibat ketidakpastian kapan The Fed mulai menjalankan tapering-nya. "Karena itu, sepanjang perdagangan, rupiah mencapai level terlemahnya 11.620 dengan level terkuat 11.510 per dolar AS dari posisi pembukaan 11.520," katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Jumat (15/11/2013).
Lebih jauh Christian menjelaskan, Yellen dan anggota senat AS mengakui, stimulus The Fed pada titik tertentu akan dihentikan. Tapi di sisi lain, penarikan stimulus yang terlalu dini akan berisko bagi laju pemulihan ekonomi AS yang sedang rapuh.
Yelen mengakui stimulus tidak akan berjalan selamanya sehingga kapan tapering akan dijalankan menjadi tidak pasti. Sejauh ini, tapering tetap akan terjadi tapi waktunya yang belum jelas kapan apakah pada Desember, awal 2014 atau Maret 2014.
"Ketidakpastikan inilah yang menyebabkan arus capital outflow dari sejumlah negara berkembang terutama yang memiliki fundamental ekonom masih lemah," tandas dia.
Selain dari eksternal, mata uang rupiah secara umum masih tertekan akibat ketidakpastian paket kebijakan di dalam negeri yang dijanjikan oleh Menteri Keuangan Chatib Basri. "Masalahnya, hingga saat ini belum jelas kapan implementasi paket kebijakan tersebut," tuturnya.
Antara lain, kata dia, kebijakan untuk mengurangi tekanan defisit. Kenaikan BI rate yang agresif saat ini memperlambat ekonomi. Akan tetapi, laju pelemahan rupiah tidak terbendung.
"Ini mencerminkan keraguan pelaku pasar atas paket kebijakan ekomomi dari pemerintah Indonesia yang belum jelas diimplementasikan," ucapnya.
Alhasil, dolar AS menguat terhadap mayoritas mata uang utama termasuk terhadap euro (mata uang gabungan negara-negara Eropa).
Indeks dolar AS menguat 0,14% ke posisi 81,19 dari sebelumnya 81,03. "Terhadap euro, dolar AS ditransaksikan menguat ke US$1,3436 dari sebelumnya US$1,3456 per euro," imbuh Christian.