Jakarta -Bank Indonesia (BI) akhirnya merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berkisar pada 5,1-5,5%. Pertimbangannya masih banyak risiko yang dikhawatirkan mengancam laju pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan laporan perkembangan ekonomi BI, Jumat (16/5/2014), risiko datang dari global dan domestik. Perkembangan global dapat berdampak terhadap perekonomian domestik malalui jalur perdagangan dan finansial. Risiko tersebut perlu diwaspadai sehingga dapat dipersiapkan langkah-langka untuk memitigasi dampak buruk yang dapat ditimbulkan terhadap perekonomian domestik.
Pertama, dari sisi global, risiko yang dihadapi masih berkaitan dengan ketidakpastian normalisasi kebijakan The Fed. Risiko ini terkait respons yang akan ditempuh oleh Bank sentral AS (The Fed) untuk menormalisasi sikap kebijakan sejalan dengan indikasi perbaikan kondisi perekonomian AS. Namun, rilis FOMC Minutes terkini meredakan kekhawatiran bahwa The Fed akan melakukan kenaikan suku bunga lebih awal dari perkiraan.
Anggota FOMC berpendapat bahwa Fed Fund Rate sebaiknya naik di 2015 (median results), sementara hasil survei bloomberg pada 62 ekonom, 37% berpendapat Fed Fund Rate akan naik pada triwulan III-2015. Kenaikan suku bunga kebijakan AS (Fed Fund Rate, FFR) diperkirkaan akan terjadi secara gradual.
IMF dengan menggunakan skenario "smooth exit" memperkirakan Fed Fund Rate (FFR) akan mencapai 3% di penghujung tahun 2018 dan 4% di akhir 2019. Sementara FOMC terkini memperkirakan FFR untuk longer run akan mencapai 4% di penghujung tahun 2019.
Kedua, adalah risiko perlambatan ekonomi Tiongkok. Proses penyesuaian ekonomi di Tiongkok yang berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekonomi di Tiongkok perlu mendapat perhatian karena peran besar Tiongkok sebagai mitra dagang Indonesia.
Selain itu, keterkaitan ekonomi Tiongkok dengan mitra dagang lain juga perlu mendapat perhatian karena dapat berpengaruh tidak langsung kepada ekonomi Indonesia. Secara keseluruhan, tingkat kerentanan negara-negara emerging market yang masih tinggi perlu terus dicermati karena dapat memberikan dampak rambatan kepada ekonomi Indonesia, meskipun risiko Indonesia saat ini berada dalam tren membaik.
Ketiga, dari sisi domestik, terdapat sejumlah faktor risiko yang dapat mempengaruhi yaitu inflasi. Risiko tersebut terkait rencana kebijakan harga strategis oleh pemerintah serta potensi tekanan harga pangan akibat efek tunda banjir dan El-Nino.
Di tahun 2014, beberapa penyesuaian harga barang dan jasa strategis seperti Tarif Tenaga Listrik dan harga gas elpiji 12 kg yang dilakukan secara bertahap, serta kemungkinan harga strategis lainnya.(detik.com)