INILAH.COM, Jakarta - Kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar spot valas antar bank Jakarta, Kamis (20/2/2014) ditutup melemah 35 poin (0,29%) ke posisi 11.800/11.825 dari posisi kemarin 11.765/11.780.
Ariston Tjendra, kepala riset Monex Investindo Futures mengatakan, pelemahan rupiah Kamis ini merespons hasil rilis notula rapat moneter bulan Januari dari Federal Open Market Committee (FOMC) dini hari tadi. Dalam notula tersebut mengindikasikan kemungkinan The Fed untuk tetap melakukan tapering pada pertemuan atau rapat-rapat selanjutnya.
The Fed juga, kata dia, optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi AS. "Karena itu, rupiah sempat mencapai level terlemahnya 11.825 setelah mencapai level terkuatnya 11.740 dari posisi pembukaan 11.765 per dolar AS," katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Kamis (20/2/2014).
Apalagi, Fed tidak terganggu dengan tingkat inflasi AS yang masih rendah. "Angkanya masih jauh di bawah target The Fed 2%," ujarnya.
Di antara anggota FOMC, kata Ariston, ada juga diskusi yang menyebutkan peluang kenaikan inflasi AS pada pertengahan 2014 secara gradual. "Kemudian, ada satu anggota FOMC yang mengusulkan kenaikan suku bunga acuan The Fed pada pertengahan 2014," tuturnya.
Karena itu, dia menegaskan, secara keseluruhan notula rapat FOMC Januari tersebut lebih hawkish (pro moneter ketat) sehingga mengundang penguatan dolar AS di pasar keuangan.
Sementara itu, sentimen dari penurunan indeks manufaktur China versi HSBC, menurut Ariston, tidak terlalu berpengaruh pada pergerakan rupiah melainkan lebih berpengaruh pada penguatan dolar AS.
Sentiemen manufaktur China juga menjatuhkan harga minyak, emas, dan dolar Australia. "Terhadap rupiah tidak terlalu berpengaruh," ucapnya.
Alhasil, dolar AS menguat terhadap mayoritas mata uang utama termasuk terhadap euro (mata uang gabungan negara-negara Eropa).
Indeks dolar AS menguat ke 80,30 dari sebelumnya 80,20. "Terhadap euro, dolar AS ditransaksikan menguat ke level US$1,3699 dari sebelumnya US$1,3732 per euro," imbuh Ariston.