korea by dewanti

Friday, March 21, 2014

China akan Siapkan Stimulus Moneter di Kuartal II

INILAHCOM, Hong Kong - Perlambatan ekonomi di China telah memicu spekulasi di kalangan ekonom tentang kemungkinan Beijing mengeluarkan stimulus moneter segera atau kuartal kedua tahun ini.
Menurut Ekonom di Nomura, Zhiwei Zhang, para pemimpin China mengalami peningkatan kekhawatiran tentang hal ini. Indikasi itu terungkap dalam pertemuan mingguan Dewan Negara, Rabu (19/3/2014).
Dalam pertemuan tersebut, PM China Li Keqiang menegaskan pemerintah harus mengambil langkah-langkah sesegera mungkin untuk menyetabilkan pertumbuhan dan mendorong permintaan domestik.
Dari pernyataan tersebut, pada ekonom mengambil pandangan. "Ini memperkuat pangangan kita tentang pelonggaran yang akan diambil pada kuartal kedua," kata Zhang seperti mengutip cnbc.com, Jumat (21/3/2014).
Sementara Nomura memprediksikan The People's Bank of China (PBoC) atau Bank Rakyat China akan memangkas rasio persyaratan cadangan. Jumlah cagangan sebesar 50 basis poin pada kuartal kedua dan 50 basis poin di kuartal ketiga.
Bank sentral memangkas rasio cadangan di bulan Mei 2012 dan sekarang 20 persen. Hal ini mendekati rekor di level 21,5 persen.
Sementara Societe Generale memiliki pandangan yang sama, memperkirakan 50 basis poin dari rasio cadangan untuk kuartal kedua. Tujuannya untuk mengimbangi potensi arus modal keluar.
"Perlambatan ekonomi baru-baru ini telah lebih baik dari yang diantisipasi dalam jangka pendek," demikian laporan Societe Generale.
Pertumbuhan ekonomi tahunan China melambat menjadi 7,7 persen pada kuartal keempat 2013 dari 7,8 persen dari kuartal sebelumnya. Sedangkan ekonom memperkirakan pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 7,6 persen di tahun 2014 ini.
Pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi China mencapai 7,7 persen. Data ini relatif stabil dari stabil dari ekspektasi pasar 7,6 persen. Sebagai pertumbuhan ekonomi paling lambat sejak 1999.
Demikian juga dengan data ekspor China di bulan Februari jatuh ke 18,1 persen, sementara impor naik 10,1 persen. Data ini menghasilkan defisit perdagangan sebesart US$23 miliar. Padahal investor memiliki ekspektasi akan naik 6,8%, impor naik 8 persen dan surplus perdagangan US$14,5 miliar.