Jakarta -Nilai tukar dolar AS yang kembali menembus Rp 12.000 membuat ancaman baru terhadap anggaran negara. Padahal belum lama ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah menyepakati APBN Perubahan 2014 dengan asumsi dolar AS Rp 11.600.
Komponen yang terancam adalah anggaran subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Dari pagu sebesar Rp 246,5 triliun diperkirakan akan melonjak. Mengingat kebutuhan BBM di dalam negeri masih dominan impor.
"Kalau terus melemah maka anggaran subsidi BBM akan terus naik lewati pagu," ungkap Kepala Ekonom Bank Mandiri Destri Damayanti kepada detikFinance, Kamis (26/6/2014)
Seiring dengan hal tersebut, defisit anggaran juga diperkirakan bisa melebar dari 2,4% yang merupakan patokan pemerintah. Meskipun sebenarnya pemerintah tidak akan membiarkan defisit melebihi 2,5% (di luar defisit anggaran dari daerah).
"Budget pemerintah nggak mungkin berani untuk melewati 2,5%. Pasti akan diupayakan di bawah itu," jelasnya.
Bila skenario yang terjadi di luar bayangan pemerintah, artinya harus ada kebijakan yang segera diambil. Tentunya tidak dalam posisi untuk peningkatan penerimaan. Sebab pajak yang menyumbang pendapatan terbesar saja sulit untuk mencapai target.
"Pajak saja sudah give up, karena target yang ditetapkan sulit tercapai. Kalau kurangi bayar utang juga tidak mungkin," kata Destri.
Sehingga yang realistis dilakukan adalah pemotongan belanja. Pada APBN Perubahan ditetapkan anggaran pemerintah yang dipotong adalah sebesar Rp 43 triliun. Destri merasa ada peluang pemotongan anggaran melebihi angka tersebut.
"Mau tak mau harus cut spending lagi. Sekarang kan Rp 43 triliun tapi sebelumnya ingin Rp 100 triliun. Artinya bisa saja dilakukan dan cuma itu untuk memastikan anggaran tak defisit lebih dari 2,5%," paparnya
Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih menambahkan, bahwa rupiah masih bisa untuk dicapai sesuai asumsi. Ia cukup optimis menilai kondisi sekarang bersifat sementara.
Sehingga tidak perlu dikhawatirkan terjadinya pelebaran defisit anggaran. Asalkan faktor penyebab gejolak rupiah dari sisi fundamental dan non fundamental dapat dikendalikan dengan lebih baik.
"Ini temporer dan masih ada peluang rupiah sesusai dengan asumsi," ungkap Lana. (detik.com)