Jakarta -Lahan kosong di Jakarta mulai menyusut, dari tahun ke tahun jumlahnya mengecil seiring pembangunan. Beberapa pihak masih ada yang menguasai tanah kosong alias land bank dalam jumlah banyak.
Apakah para bandar tanah ini akhirnya bisa leluasa mengendalikan harga tanah di Jakarta dan sekitarnya? Pengamat Properti Setyo Maharso buka suara atas hal ini.
Menurutnya, tingginya harga tanah dan properti di Jakarta tidak diatur oleh para juragan pemilik tanah ini, tapi lebih ke hukum ekonomi dasar yaitu supply and demand.
"Kalau harga itu lebih ke supply and demand. Kalau lokasi dan infrastruktur bagus, harganya dijual berapa saja pasti ada yang mau," ujarnya ketika dihubungi detikFinance, Senin (12/5/2014).
Menurutnya, selama ini para pengembang selalu memberikan range harga properti Jakarta dan sekitarnya cukup tinggi karena tidak hanya membangun properti tapi juga infrastrukturnya. Salah satu contohnya adalah jalan untuk akses masuk.
Sehingga, beban pembuatan infrastruktur itu dibebankan ke konsumen pada saat membeli properti. Jadi seolah-olah harga properti di Jakarta bisa diatur oleh para pengembang.
"Jadi istilah 'seakan-akan' harga (properti) diatur pengembangan itu tidak benar. Semuanya tergantung supply and demand," ujarnya.
Jadi, apakah dengan punya tanah yang banyak bisa jadi jaminan kinerja perusahaan properti akan baik? Tidak juga, menurut Setyo.
"Memang salah satu alat produksi perusahaan properti adalah tanah, tapi jika tidak dikembangkan maka dari sisi performance akan turun. Jadi tinggal tergantung bagaimana perusahaan properti mengolahnya," tambahnya.
Seperti diketahui, banyak perusahaan properti yang tercatat di lantai bursa menguasai banyak tanah kosong di Indonesia terutama di Jakarta dan sekitarnya. Para perusahaan properti ini rata-rata punya kinerja yang moncer setiap tahunnya. (detik.com)