korea by dewanti

Tuesday, April 15, 2014

Aturan IPO Perusahaan Tambang Rugi Masih Tunggu Izin Pemerintah

Jakarta -Bursa Efek Indonesia (BEI) saat ini masih terus menggodok aturan yang bakal membolehkan perusahaan tambang yang belum mencetak keuntungan bisa melantai di bursa melalui skema Intial Public Offering (IPO).
Rencana penerbitan aturan ini masih harus melalui jalan panjang. Pasalnya, perusahaan tambang merupakan perusahaan yang punya spesifikasi berbeda dari perusahaan lainnya.
Cadangan ketersediaan batu bara menjadi salah satu syarat utama perusahaan tambang bisa mencatatkan sahamnya di bursa efek meskipun belum meraup untung.
Tak hanya itu, diskusi terkait prosedural perusahaan tambang dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih belum mencapai final. Apalagi, syarat perizinan dari pemerintah pusat dan daerah juga menjadi bagian dari sulitnya penerbitan aturan ini.
Namun begitu, Direktur Penilaian Perusahaan BEI Hoesen mengungkapkan, pihaknya yakin jika aturan IPO perusahaan tambang bakal terbit di tahun ini meskipun belum bisa menyebut kapan waktu pastinya.
"Masih nunggu buat jalan. Masih diskusi sama OJK. Kita juga berdiskusi dengan beberapa pelaku pasar. Masih minta masukan dari Dirjen Minerba ESDM. Kita juga masih perlu ngobrol dengan banyak pihak. Harus ada izin sana-sini. Ada izin pemda bukan hanya pusat," ujar Hoesen saat ditemui di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (15/4/2014).
Wajar saja, nantinya dengan keluarnya aturan ini, perusahaan tambang meskipun dalam skala kecil dan belum meraup untung bisa melantai di bursa asal punya bukti ketersediaan cadangan batubara. Hal ini menjadi perhatian utama pihak otoritas agar perusahaan tambang yang masuk pasar modal memiliki kinerja yang bagus ke depannya.
"(Banyak perusahaan tambang kecil bisa IPO) tergantung izin dan size. Yang penting harus berbentuk PT. Nah ini kita harus memahami prosedural di ESDM bagaimana prospek perusahaan tambang tersebut. Harus didalami benar industrinya. Masalah keekonomian nanti akan ada dalam prosedural ESDM," terang dia.
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) memberikan kelonggaran kepada perusahaan tambang untuk bisa melantai di bursa saham meskipun belum mencetak laba.
Syaratnya perusahaan tersebut sudah melakukan eksplorasi dan Feasibility Study (FS) meskipun belum sampai tahap eksploitasi. Kelonggaran tersebut nantinya akan diatur dalam peraturan bursa yang saat ini tengah digodok otoritas.
"Yang penting sudah selesai eksplorasi, sudah ada feasibility study (FS) dan sudah memiliki bisnis plan," kata Ito beberapa waktu lalu.
Ito menjelaskan, selama ini banyak perusahaan tambang tidak bisa melakukan Initial Public Offering (IPO) di BEI lantaran perusahaan tersebut belum mencetak laba. Hal itu menghambat potensi perusahaan tambang untuk bisa mengembangkan bisnisnya di pasar modal.
"Banyak perusahaan tambang di Indonesia yang listing di luar negeri hanya karena bursa tidak bisa memfasilitasi mereka jadi sekarang kita fasilitasi supaya mereka bisa tetap listing di BEI," ujar dia.
Lebih jauh Ito menjelaskan, meskipun belum bisa mencetak laba saat melakukan IPO, investor bisa melihat potensi perusahaan tambang tersebut dengan melihat cadangan tambang dimiliki. Hal itu menjadi pertimbangan investor untuk bisa membeli saham dari perusahaan tersebut.
"Investor kan bisa melihat dari cadangan yang dimiliki kan nilai perusahaan ditentukan oleh cadangan tambang yang dimiliki kan, di situ kan ada cadangan potensial ada cadangan terbukti, cadangan terbukti ini sebetulnya bisa dieksploitasi, bisa diproduksi sehingga investor itu menilai sahamnya dari jumlah cadangan yang dimiliki itu," paparnya.
Untuk itu, Ito menyebutkan, sangat dimungkinkan jika perusahaan tambang akan bisa mencetak laba dengan kisaran cadangan yang dimiliki.
"Perusahan tambang bisa memperkirakan, harganya pun jelas, sehingga orang bisa menghitung sendiri, harus berproduksi berapa untuk mencetak laba," ujarnya.
Ito menambahkan, kelonggaran peraturan ini juga untuk meningkatkan jumlah emiten dan meningkatkan kapitalisasi di pasar modal.
"Ini untuk meningkatkan jumlah emiten dan kapitalisasinya juga," tandasnya. (detik.com)