INILAH.COM, Jakarta-- Nilai tukar rupiah siang hari ini (20/01/2014) sekitar pukul 13.26 WIB menguat menjadi Rp 11.944 per dolar AS dibandingkan tadi Rp 12.105 per dolar AS. Ini merupakan kesekian kalinya rupiah menguat setelah beberapa hari pekan lalu mengalami hal sama.
Sejumlah analis memperkirakan, rupiah akan terus mengalami penguatan seiring semakin menyempitnya defisit transaksi berjalan dan stabilnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini diperkirakan akan berjalan cukup baik dibandingkan negara-negara di Asia, kecuali China.
Data sementara yang dimiliki Bank Indonesia memperlihatkan, bulan Desember 2013 Indonesia kembali mencatat surplus dalam neraca perdagangan, terutama yang berasal dari kontribusi ekspor nonmigas.
Ini tentu saja kabar menggembirakan. Sebab sebelumnya, neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus pada Maret, Agustus, Oktober, November tahun 2013. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan pada Oktober surplus US$ 24,3 juta dan November surplus US$ 776,8 juta.
Surplus neraca perdagangan ini jelas turut membantu mempersempit defisit transaksi berjalan. Pada kuartal IV-2013, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diperkirakan surplus US$ 4,4 miliar.
Defisit transaksi berjalan dan tiga defisit lainnya yang selama setahun ini menggerogoti perekonomian Indonesia, kerap dianggap para pemilik uang sebagai pertanda buruk ekonomi nasional. Itulah sebabnya, hampir sepanjang tahun 2013 lalu, mereka banyak menarik dananya dari Indonesia yang mengakibatkan nilai tukar rupiah sempoyongan. Kalau rupiah terperosok, sakitnya bisa menyebar ke sendi-sendi perekonomian nasional yang lain.
Bayangkan saja, setiap rupiah melemah Rp 100 akan membuat anggaran dalam APBN membengkak sekitar Rp 1 triliun. Kalau pelemahannya sampai Rp 1.000, maka pembekannya mencapai Rp 10 triliun.
Syukurlah, sedikit demi sedikit defisit tersebut bisa diperbaiki. Kalangan ekonom merasa yakin, jika pemerintah mampu membenahi neraca perdagangan, transaksi berjalan, neraca pembayaran, dan keseimbangan primer, rupiah akan menguat ke level Rp 11.000-Rp 11.500 per dolar AS.
Betul, rupiah masih mengalami guncangan, terutama isu penambahan jumlah pemotongan dana stimulus dari bank sentral AS, The Fed. Pekan lalu, negara bagian Atlanta, Philadelphia, dan Dallas mendesak para petinggi The Fed agar melanjutkan kebijakan tapering off.
Selain tapering off, rupiah masih diganggu data perekonomian China yang mengecewakan, terutama pertumbuhan ekonomi di kuartal IV-2013. Pada kuartal IV-2013, ekonomi China tumbuh 7,7%, melamban dari pertumbuhan kuartal III sebesar 7,8%. Data Biro Nasional Statistik China (NBS), hari ini menunjukkan, pertumbuhan ekonomi China pada 2013 tercatat 7,7% atau sama seperti pertumbuhan 2012.
Namun, rupiah juga bisa tertolong dengan masuknya dana asing ke Indonesia. Beberapa hari lalu, dua seri surat utang negara (SUN) berdenominasi dolar AS habis terjual, bahkan kelebihan permintaan hingga 4,4 kali. Para investor dari Amerika Serikat, Eropa, Asia, dan Indonesia ramai membeli SUN berseri RI0124 dan RI0144.
Dari dua SUN tersebut, total penawaran yang masuk di hari itu mencapai US$ 17,5 miliar. Padahal, dua SUN itu masing-masing dijual US$ 2 miliar. Hanya saja, semua itu adalah dana panas, yang bisa kabur kapan saja.
Itulah sebabnya, Indonesia tak boleh mengandalkan dana ini untuk mengangkat rupiah. Yang harus dilakukan adalah terus mempersempit defisit. Niscaya, hasilnya akan jauh lebih baik. Dan, di saat itulah rupiah punya otot.