Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat energi dari Pusat Studi Energi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta Fahmy Radhi menilai upaya Pertamina mengakuisisi PGN adalah keputusan blunder, karena semakin memperberat beban korporasi Pertamina dan berpotensi menurunkan harga saham PGN.
"Fluktuasi harga saham PGN dalam sebulan ini lebih disebabkan adanya sentimen negatif terkait rencana akusisi PGN oleh Pertamina," kata Fahmy.
Menurutnya, sampai sekarang fluktuasi harga saham PGN sekaligus bukti adanya penolakan pasar terhadap rencana akuisi PGN oleh Pertamina.
Di sisi lain, tindakan akusisi Pertamina terhadap PGN merupakan puncak perseteruan antara kedua perusahaan pelat merah yang berlangsung selama ini.
"Pemicu kondisi itu adalah kebijakan liberalisasi tata kelola gas. Melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 19/2009, Pemerintah membuka peluang perniagaan dan usaha pengangkutan Gas Bumi bagi semua pelaku usaha dalam persaingan bebas terutama dari skema 'open access'," kata Fahmy saat dihubungi dari Surabaya, Minggu (21/1/2014).
Dia menjelaskan pada awalnya memang ada perbedaan pendapat antara Pertamina dan PGN dalam menyikapi kebijakan "open access". Di satu sisi Pertagas sangat bersemangat untuk menerapkan kebijakan tersebut tanpa "reserve".
Namun, di sisi lainnya PGN bersikeras tidak menerapkan "open access" secara total pada saat ini.
"Alasannya, masih ada permasalahan teknis dan ekonomis berkaitan dengan ketersediaan infrastruktur jaringan pipa transmisi dan distribusi yang masih harus diselesaikan," katanya.
Dia menyatakan apabila tujuan utama Pertamina mengakusisi PGN semata-mata hanya untuk menerapkan "open access" maka upaya korporasi tersebut tidak akan memberikan benefit signifikan bagi Pertamina.
Apalagi, semakin menambah beban bagi Pertamina yang sudah memiliki banyak lini bisnis.
"Sementara, sampai sekarang Pertamina sering diterpa berbagai masalah sehingga semakin menjauhkan harapannya menjadi perusahaan minyak kelas dunia," katanya.