Jakarta -Setelah 2 bulan surplus, neraca perdagangan Indonesia pada April 2014 kembali defisit. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan defisit US$ 1,97 miliar.
Pada April 20014, nilai ekspor Indonesia tercatat US$ 14,29 miliar, turun 3,16% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara impor adalah sebesar US$ 16,26 miliar, turun 1,26%.
Glenn Maguire, Kepala Ekonom ANZ Asia Pacific menilai, data ini cukup mengejutkan. Pasalnya, pasar memperkirakan neraca perdagangan April masih bisa mencatatkan surplus, meski tak sampai US$ 200 juta. "Perkiraan pasar terhapuskan oleh dinamika di lapangan," ujarnya dalam riset yang diterima di Jakarta, Senin (2/6/2014).
Kinerja ekspor, demikian Maguire, masih lemah karena ketidakpastian permintaan global dan harga komoditas. Tidak hanya itu, ekspor produk manufaktur juga menurun.
Impor, lanjut Maguire, juga melemah meski pelemahannya tidak sebesar ekspor. "Kami menduga penyebabnya adalah impor bahan baku dan barang modal yang tinggi. Indonesia sepertinya menjadi target pengalihan investasi dari Thailand dan Malaysia," sebutnya.
Dalam 2 bulan terakhir, tambah Maguire, Indonesia telah menikmati kinerja perdagangan yang positif. Namun sekarang tren itu mulai berbalik meski diperkirakan hanya temporer.
"Jadi, kebutuhan untuk memangkas BI Rate pada semester II-2014 sepertinya masih prematur, melihat data yang dirilis hari ini," kata Maguire.
Sebelumnya, BPS mencatat neraca perdagangan Maret 2014 surplus sebesar US$ 673,2 juta. Sebulan sebelumnya, neraca perdagangan juga surplus US$ 785,3 juta.
Neraca perdagangan Indonesia yang defisit di April membuat nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Dolar AS pagi tadi sempat menguat sampai ke ke Rp 11.740.
Rupiah juga sudah mendapat tekanan atas keluarnya dana asing dari lantai bursa pada perdagangan akhir pekan lalu. Hingga pukul 11.30 WIB hari ini dolar AS berada di kisaran Rp 11.730 per dolar AS. (detik.com)