korea by dewanti

Wednesday, June 4, 2014

Popularitas Jokowi-Prabowo Makin Bersaing, Rupiah Dapat Tekanan

Jakarta -Nilai tukar rupiah masih mengalami tekanan. Dari dalam negeri, salah satu faktor yang menyebabkannya adalah ketidakpastian politik terkait persaingan menuju kursi presiden-wakil presiden yang semakin ketat.
Dikutip dari Reuters, hari ini dolar diperdagangkan Rp 11.800. Titik tertingginya adalah Rp 11.810, dan terendah Rp 11.790.
"Memang dari politik ada dampaknya ke rupiah. Tapi sepertinya tidak terlalu signifikan," kata Lana Soelistianingsih, Ekonom Samuel Sekuritas, ketika dihubungi detikFinance di Jakarta, Rabu (4/6/2014).
Saat ini, lanjut Lana, memang ada ketidakpastian soal elektabilitas Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Berbagai lembaga survei menyebutkan persaingan keduanya cukup ketat.
"Namun dari sejumlah survei, sebenarnya terlihat bahwa Pak Jokowi masih di atas. Jadi mestinya tidak perlu terlalu khawatir soal ketidakpastian politik," ujar Lana.
Menurut Lana, faktor yang paling signifikan dalam pelemahan rupiah kali ini adalah tingginya kebutuhan valas di dalam negeri. Ada perusahaan yang membutuhkan valas untuk pembayaran dividen ke luar negeri maupun untuk keperluan impor sebagai persiapan Ramadan-Idul Fitri.
"Apalagi banyak yang butuh valas untuk pembayaran utang luar negeri yang jatuh tempo pertengahan tahun. Mereka berpikir daripada beli valas nanti sudah mahal lebih baik beli sekarang. Ini juga yang membuat rupiah semakin tertekan," jelas Lana.
Dari eksternal, tambah Lana, juga ada sejumlah faktor yang membuat rupiah melemah. Pertama adalah pemulihan ekonomi di Amerika Serikat yang membuat dolar AS cenderung menguat terhadap mata uang lainnya.
Kedua adalah krisis politik di Thailand yang membuat mata uang baht melemah. "Baht ini ada pengaruhnya ke kawasan, tapi tidak terlalu besar," ucap Lana.
Dalam jangka pendek, Lana memperkirakan dolar bisa bergerak di kisaran Rp 11.800-12.000. Ini karena masih tingginya kebutuhan valas untuk pembayaran dividen dan utang luar negeri serta impor. Ditambah lagi ada pengaruh dari dinamika politik nasional.
Namun setelah pilpres, Lana menilai ada peluang rupiah kembali menguat. Pada akhir tahun ini, dia memproyeksikan dolar berada di kisaran Rp 10.800. "Penguatan rupiah didukung oleh sudah ada kepastian presiden baru dan impor yang menurun," katanya. (detik.com)