korea by dewanti

Wednesday, November 13, 2013

Ini Hasil Perundingan Inalum di Singapura

Jakarta -Tim negosiator pemerintah Indonesia dengan konsorsium Nippon Asahan Alumunium (NAA) Jepang kemarin (12/11/2013) sudah menyepakati perundingan soal PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) yang digelar di Singapura.
Kedua belah pihak sepakat tak akan membawa masalah perbedaan nilai buku Inalum terkait transisi pengakhiran kerjasama NAA di Inalum ke arbitrase internasional.
Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat mengatakan pada pertemuan kemarin juga ada titik temu sementara soal nilai buku Inalum yaitu sebesar US$ 556 juta. Artinya angka nilai buku sudah turun dari kesepakatan kedua pihak sebelumnya sebesar US$ 558 juta.
Hidayat menambahkan kedua pihak juga sepakat proses transisi kepemilikan saham NAA di Inalum akan dilakukan dengan skema transfer saham. Skema ini mengalami perubahan dari kesepakatan sebelumnya yang berpegang pada transfer aset, yang risikonya diselesaikan melalui arbitrase.
"Kemarin ada kesepakatan dengan harga sementara US$ 556 juta, ini angka sementara masih perlu diaudit. Kalau tak ada perubahan lagi, minggu depan saya menandatangani pengakhiran kerjasama atau termination agreement, setelah itu langsung melakukan pembayaran," katanya kepada detikFinance, Rabu (13/11/2013)
Ia menegaskan kedua pihak menyepakati akan menunjuk auditor independen terkait penilaian nilai buku sementara yang telah disepakati US$ 556 juta. Harapannya prosesnya memakan waktu 3 minggu ke depan. Hingga nantinya apapun hasil audit yang dikeluarkan oleh auditor independen akan disepakati oleh kedua pihak, termasuk soal konsekuensi akan kurang atau lebih dari nilai US$ 556 juta.
Hidayat mengatakan setelah ada termination agreement, pemerintah Indonesia bisa langsung melakukan pembayaran tanpa melalui proses arbitrase.
Menurutnya hasil audit independen tersebut diperkirakan tak jauh berbeda dengan nilai buku yang sudah disepakati. Cara ini dianggap paling singkat daripada harus melalui arbitrase yang memakan waktu tahunan.
Mantan Ketua Kadin ini mengakui hingga saat ini Indonesia memang belum melakukan pembayaran terkait saham NAA di Inalum. Namun ia menegaskan berdasarkan master agreement seluruh aset Inalum per 1 November sudah milik pemerintah Indonesia.
"Menurut master agreement mulai 1 November 2013 seluruh aset Inalum dimiliki pemerintah Indonesia, hanya pembayarannya belum terjadi," katanya.
Seperti diketahui dalam proses perundingan, NAA yang memiliki sebagian saham di Inalum sudah menurunkan tawaran nilai buku Inalum menjadi US$ 626 juta dari US$ 650 juta, kemudian turun menjadi US$ 558 juta, hingga akhirnya turun menjadi US$ 556 juta, kemarin.
Inalum adalah usaha patungan pemerintah Indonesia dengan Jepang. Proyek ini didukung aset dan infrastruktur dasar, seperti pembangkit listrik tenaga air dan pabrik peleburan aluminium berkapasitas 230-240 ribu ton per tahun.
Pemerintah Indonesia memiliki 41,13% saham Inalum, sedangkan Jepang memiliki 58,87% saham yang dikelola konsorsium NAA. Konsorsium NAA beranggotakan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) yang mewakili pemerintah Jepang 50% dan sisanya oleh 12 perusahaan swasta Jepang.
Berdasarkan perjanjian RI-Jepang pada 7 Juli 1975, kontrak kerjasama pengelolaan Inalum berakhir 31 Oktober 2013. (detik.com)