SEMARANG, suaramerdeka.com - Tren pelemahan rupiah yang terus berlanjut masih menjadi fokus utama para investor asing ataupun lokal untuk berhati-hati dalam berinvestasi di pasar obligasi.
"Guna mengendalikan rupiah, Bank Indonesia memilih menggunakan reverse repo atau transaksi beli efek dengan janji jual kembali pada waktu. Karena itu hingga akhir tahun BI rate diperkirakan tetap di level 7,5%," Melcy RS Makarawung, Kepala Cabang Sentra Investasi Danareksa (SID) Semarang, kemarin.
Sejak akhir 2012 hingga 6 Desember 2013, rupiah telah mengalami depresiasi sebesar 22,17%, atau meningkat dari Rp 9.795 per dolar AS menjadi Rp 11.964 per dolar AS. Rata-rata nilai tukar rupiah pada 2013 mencapai Rp 10.347 per dolar AS, lebih tinggi dari rata-rata di 2011 sebesar Rp 8.772 per dolar AS, dan di 2012 sebesar Rp 9.386 per dolar AS.
Menurut dia, Bank Indonesia dapat menggunakan reverse repo atau BI rate untuk mengurangi jumlah uang yang beredar. Dan langkah yang ditempuh bank sentral dengan menarik uang yang beredar, dapat dilihat dari peningkatan outstanding reverse repo yang terus terjadi selama minggu lalu, yaitu sebesar Rp 27,1 triliun. "Selain itu meningkatnya kepemilikan domestik bank sebesar Rp 24,97 triliun, menjadi Rp 381,3 triliun dari 29 November hingga 4 Desember 2013," ujarnya.
Indeks yield obligasi pemerintah tercatat meningkat 6 bps dari 8,72% menjadi 8,78% pada akhir minggu lalu. Credit default swap (CDS) 5 tahun Indonesia per 6 Desember sebesar 225 bps, turun 10 bps dari minggu sebelumnya.
Kepemilikan Bank Indonesia dalam obligasi pemerintah per 4 Desember 2013 turun menjadi Rp 3,3 triliun, sedang kepemilikan asing naik Rp 1,72 triliun dari Rp 324,2 triliun menjadi Rp 325,9 triliun. Di sisi lain, kepemilikan domestik bank akhir minggu lalu mencapai Rp 381,2 triliun. "Dari data tersebut tampak bahwa Bank Indonesia menarik uang yang beredar dengan menggunakan reverse repo, atau melakukan kebijakan pengetatan moneter," paparnya.
Sementara itu tren peningkatan yield obligasi melambat untuk tenor panjang. Hal tersebut dapat dilihat dari perubahan yield curve yang tertekan lebih dalam untuk tenor pendek. Rata-rata peningkatan untuk tenor pendek sebesar 0,21%, sedangkan untuk tenor menengah dan panjang masing-masing sebesar 0,026% dan 0,008%.
"Total perdagangan obligasi pemerintah minggu lalu mencapai Rp 37,36 triliun, naik Rp 61,8 miliar dari minggu sebelumnya yang mencapai Rp 37,28 triliun. Sedang perdagangan obligasi koporasi pada minggu lalu total mencapai Rp 2,24 triliun, naik Rp 708 miliar dari minggu lalu," terangnya.