korea by dewanti

Wednesday, April 16, 2014

Ekonom Ini Sebut Jokowi dan Prabowo Figur Capres Idola Investor

Jakarta - Para investor hanya melihat dua sosok figur yang tepat untuk menjadi calon presiden Indonesia. Siapa dua orang itu?
Pertama adalah Joko Widodo (Jokowi) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P) dan yang kedua adalah Prabowo Subianto dari Partai Gerindra. Pilihan tersebut sudah menjadi idola investor jauh sebelum pemilihan umum legislatif (pileg).
"Sebelum pileg, rata-rata mereka melihat Jokowi akan menjadi presiden. Kalau bukan Jokowi, alternatifnya adalah Prabowo. Jadi figur yang dipandang oleh kalangan investor cuma dua itu," kata Ekonom Senior Standard Chartered Fauzi Ichsan dalam paparan ekonomi di Hotel JW Marriot, Jakarta, Rabu (16/4/2014)
Dua figur ini menurut Fauzi mampu dipercaya investor dalam menjalankan roda ekonomi di Indonesia. Menjadi lebih kondusif, efektif dan efisien. Kemudian keduanya juga didukung oleh partai dengan platform yang tidak jauh berbeda.
"Investor ingin figur yang bisa menjalankan pemerintah yang efektif dan efisien," jelasnya
Masalah utama dari perekonomian saat ini adalah perbaikan dari defisit transaksi berjalan atau current account deficit (cad). Di mana membuat pelemahan nilai tukar dan ekonomi terlihat tidak stabil dari fundamentalnya.
Kemudian adalah persoalan infrastruktur yang masih belum memadai dan meningkatkan industri yang berbasis manufaktur. Sehingga tidak bergantung lagi kepada harga komoditas yang sangat fluktuatif.
"Presiden yang baru, harus memikirkan hal tersebut. Sekarang yang baru terlihat itu cuma dua orang itu. Jokowi yang teratas," ujarnya.
Dalam pileg sebelumnya, investor memprediksi bahwa Jokowi sebagai presiden Indonesia. Dengan catatan PDI P memiliki perolehan suara mayoritas sebesar 27-30%.
"Awal tahun investor dan pengusaha berdasarkan poling kita memprediksi Jokowi akan menjadi presiden. Suara mayoritas PDIP diharapkan 27-30%. Saat itu dianggap kalau Jokowi maju sebagai capres dia akan menangkan pilpres 1 putaran. Dan dengan suara PDI P besar di DPR, kemudian koalisi juga tidak terlalu banyak," paparnya.
Akan tetapi, asumsi itu meleset dan tidak satu pun partai mendapat lebih dari 20%. Investor pun merespon dalam pasar saham. Karena dimungkinkan akan ada banyak koalisi untuk mengusung capres.
"Makanya bursa saham langsung anjlok. Karena investor menilai koalisi itu membutuhkan lebih dari 5 partai sehingga kebijakan tidak efektif dan efisien," pungkasnya. (detik.com)