korea by dewanti

Tuesday, November 19, 2013

Tapering dan Defisit Benamkan Rupiah

INILAH.COM, Jakarta - Kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar spot valas antar bank Jakarta, Senin (18/11/2013) ditutup melemah 20 poin (0,17%) ke 11.625/11.640 dari posisi akhir pekan lalu 11.605/11.620.
Ariston Tjendra, kepala riset Monex Investindo Futures mengatakan, sentimen yang membayangi pelemahan rupiah masih sama. Yang pertama adalah masalah tapering The Fed.
Menurut Ariston, pasar belum mendapatkan kepastian meskipun, calon tunggal Gubernur The Fed Janet Yellen terindikasi masih mendukung kebijakan stimulus moneter. "Karena itu, sepanjang perdagangan, rupiah mencapai level terlemahnya 11.640 dari level terkuatnya 11.595 dan posisi pembukaan di level terkuatnya itu terhadap dolar AS," katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Senin (18/11/2013).
Menurut dia, tetap saja Yellen tidak memberikan kepastian kapan stimulus akan dikurangi. "Para analis memang sudah berspekulasi bahwa tapering tidak akan dilakukan hingga kuartal I-2014. Paling tidak, pengurangan sitmulus tidak akan terjadi Desember 2013," ujarnya.
Akan tetapi, dia menegaskan, tetap saja di pasar sebenarnya belum ada kepastian. "Bahaya tapering tetap membuat rupiah melemah," ungkap dia.
Apalagi, faktor kedua, adalah data current account Indoensia kuartal III-2013 yang menunjukkan angka yang masih defisit sebesar US$8,4 miliar. "Inilah yang juga mengganggu performa rupiah," tuturnya.
Ariston menjelaskan, tingginya defisit current account, menunjukkan tingginya impor dan penurunan ekspor. "Rendahnya ekspor juga terefleksi pada melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia," papar dia.
Sejauh ini, kata dia, dua faktor itu saja yang membuat rupiah tidak menguat meski BI rate sudah dinaikkan ke 7,5%.
Alhasil, rupiah melemah meski dolar AS juga melemah terhadap mayoritas mata uang utama termasuk terhadap euro (mata uang gabungan negara-negara Eropa). Indeks dolar AS melemah ke 80,67 dari sebelumnya 80,81. "Terhadap euro, dolar AS ditransaksikan melemah ke US$1,3514 dari sebelumnya US$1,3495 per euro," imbuh Ariston.