korea by dewanti

Thursday, December 5, 2013

Mau Rupiah Perkasa? Kebijakan Pemerintah Harus Konkret

Jakarta -Pemerintah mengaku sedang menyiapkan aturan baru untuk meredam pelemahan nilai tukar rupiah. Para pelaku ekonomi saat ini sangat menunggu keefektifan program yang direncanakan pemerintah.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti mengatakan, bila kebijakan itu terealisasi sesuai dengan rencana, maka pelemahan rupiah dapat teredam. Kuncinya, pemerintah harus membuat kebijkan yang konkret dan berdampak besar.
"Itu yang lagi ditunggu sebenarnya. Makanya (pasar) menunggu paket kebijakan pemerintah. Karena coba dilihat seberapa konkretnya," ungkap Destry usai menghadiri seminar Internasional di Gedung Djuanda, Kemenkeu, Jakarta, Kamis (5/12/2013).
Saat ini, para investor memang cukup panik akibat isu dari penarikan stimulus (tappering off) oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yaitu Federal Reserve atau The Fed. Dana-dana dolar yang selama ini masuk ke Indonesia berisiko ditarik oleh investor asing di pasar keuangan.
"Kan perusahaan asing untuk amannya sekarang memang lepas-lepas dulu, yang dianggap risiko," sebutnya.
Untuk itu, dalam meyakinkan pasar perlu kebijakan yang kuat dan memiliki dampak yang positif. Terutama dalam mengurangi impor dan meningkatkan ekspor. Sehingga kemudian dapat membantu rupiah agar tidak melemah terlalu dalam.
"Tapi (rupiah menguat) memang agak berat, karena fokusnya yang tadi, structure reform (reformasi sruktural)," tegasnya.
Seperti diketahui, pemerintah berencana mengeluarkan revisi aturan Pajak Penghasilan (PPh) barang impor pasal 22 dan kemudian menerbutkan aturan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE).
Dalam revisi PPh 22, pajak akan disetarakan menjadi 7,5% dari yang sekarang rata-ratanya hanya 2,5%. Kenaikan pajak ini ditujukan untuk barang impor yang konsumsinya paling tinggi dalam beberapa tahun terakhir. Akan tetapi, ini tidak berlaku untuk impor pangan.
Kemudian untuk KITE, ada kemudahan persayaratan untuk restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk para importir. Selama ini, aturan tersebut memang sudah ada, namun, saat ini yang dofokuskan adalah kemudahan persyaratannya. Agar banyak eksportir yang lebih memanfaatkan. (detik.com)