korea by dewanti

Friday, March 14, 2014

Cerita Dolar Tinggalkan Rp 12.000 dan 'Uang Panas' Masuk RI

Jakarta - Bank Indonesia (BI) dan pemerintah mengklaim penguatan rupiah yang membuat dolar AS meninggalkan Rp 12.000 adalah karena ekonomi membaik. Benarkah klaim tersebut?
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sudah menguat sejak pertengahan Februari 2014. Dolar mencapai titik terendah terhadap rupiah di Rp 11.300 dari sebelumnya yang berada di atas Rp 12.000.
Pada Februari 2014 dana asing alias hot money yang masuk mencapai US$ 2,3 miliar. Ini terdiri dari US$ 1,4 miliar dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN), US$ 656 juta di pasar saham, dan US$ 241 juta pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Kepala Ekonom Bank Mandiri Destri Damayanti mengatakan, penguatan rupiah ini merupakan dampak dari derasnya uang asing yang masuk atau capital inflow sejak awal tahun. Di tengah kondisi pasar keuangan yang masih dangkal.
"Sektor keuangan kita masih dangkal. Jadi ketika ada capital inflow dalam jumlah besar, bergeraknya gampang sekali. Kan buktinya dalam sebentar saja dari Rp 12.000/US$ itu bisa cepat sampai ke Rp 11.300/US$," ungkap Destri kepada detikFinance, Jumat (14/3/2014)
Dalam laporan BI, uang asing yang masuk dari Januari hingga pekan pertama di Maret adalah Rp 39 triliun. Menurut Destri, dampaknya bukan hanya saja pada rupiah, tapi imbal hasil atau yield obligasi negara bertenor 10 tahun turun dari kisaran 9 menjadi 8%. Kemudian indeks harga saham gabungan (IHSG) naik 9% dari awal tahun.
"Jadi market (pasar keuangan) kita masih dangkal. Ketika ada masukan sekitar Rp 39 triliun itu kita lihat saja pergerakannya. Yield obligasi itu turunnya banyak sekali, indeks saham juga meningkat tajam," kata Destri.
Ini memang sedikit mengherankan. Apalagi melihat kondisi dengan negara-negara berkembang yang setara dan memiliki permasalahan yang sama dengan Indonesia. Yaitu, Brasil, Turki, India, Argentina, dan Afrika Selatan.
"Jadi ini efeknya besar sekali, sementara negara lain belum," sebutnya.
Destri mengakui, memang ada perubahan positif ekonomi dalam beberapa waktu terakhir. Seperti inflasi yang mulai terkendali, neraca perdagangan yang surplus di akhir 2013, dan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) yang perlahan mengalami perbaikan serta cadangan devisa yang meningkat tajam.
"Memang semua orang sekarang melihat positifnya saja dulu. Agak tertutup masalah-masalah lain. Cadangan devisa juga dalam sebulan naiknya kan besar. Ini memang harus hati-hati," imbuhnya .
Tapi masih ada semacam ketidakpastian ke depan. Karena yang didapatkan di awal tahun ini baru sementara. Ada berbagai tantangan kedepannya yang sangat menguji target regulator dalam menstabilkan fundamental ekonomi.
"Kita nggak tahu neraca perdagangan ke depan seperti apa, itu yang pertama. Kedua ketidakpastian pemilu dan ketiga adalah CAD benar nggak akhir tahun bisa 2,5%, terus terakhir ada kredit perbankan yang masih tinggi. Kan targetnya kisaran 15%," papar Destri.
Sebelumnya Analis Pasar Uang Yanuar Rizky mengatakan, saat ini terjadi inflow atau modal masuk yang cukup besar. "Terutama saat pemerintah menyerap global bond (obligasi global) yang listing di New York kemarin," kata Yanuar kepada detikFinance beberapa waktu lalu.
Januari kemarin, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menjual dua seri Surat Utang Negara (SUN) dengan denominasi valuta asing atau yang kerap disebut global bond, yakni seri RI0124 dengan tenor 10 tahun, dan seri RI0144 dengan tenor 30 tahun.
"Meskipun cost-nya tinggi yakni bunga yang diberikan tinggi, namun cukup menyerap dan membuat dolar banjir di dalam negeri," tuturnya.
Selain itu, sentimen positif lainnya yakni investor masih tenang karena 'nafas' yang diberikan oleh Bank Sentral AS. (detik.com)