Pangkal Pinang -Para produsen timah dalam negeri sedang menikmati makin meningkatnya harga timah yang mencapai US$ 23.000/metrik ton. Harga timah diprediksi bakal tembus US$ 30.000/metrik ton atau naik 30% beberapa tahun ke depan.
CEO Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) Megain Widdjaja mengatakan tingginya harga timah, akan menyimpan bom waktu bagi industri timah di Tanah Air.
"Harga timah tinggi justru berdampak buruk bagi kelangsungan industri timah dalam negeri," katanya ditemui disela kunjungan detikFinance ke pabrik smelter timah di Pangkal Pinang, Bangka, Rabu, (12/3/2014).
Menurutnya, harga timah Indonesia saat ini US$ 23.000/metrik ton sementara harga timah internasional berdasarkan acuan London Metal Exchange (LME) US$ 22.300/metrik ton. Artinya sudah cukup baik, sehingga industri timah lokal banyak mendapatkan keuntungan.
Tetapi potensi harga naik lebih tinggi lagi bahkan diprediksi mencapai US$ 30.000/metrik ton dalam beberapa tahun lagi mulai terlihat, salah satu indikatornya dikuranginya produksi timah Indonesia. Indonesia merupakan salah satu produsen timah terbesar di dunia.
"Jika harga naik tinggi bahkan mencapai US$ 30.000/metrik ton, ini akan membuat negara-negara yang tergantungan pada timah khususnya negara industri, akan meriset mencari bahan penganti timah, mereka akan mensubsitusinya, kedua negara penghasil timah akan ramai-ramai produksi timah karena harganya tinggi, akibatnya suplai berlebih dan harga anjlok," ungkapnya.
Berkaca pada harga batu bara yang meningkat tajam hingga mencapai US$ 120 per ton, membuat orang berbondong-bondong produksi batubara, akibatnya suplai berlimpah dan harga batu bara anjlok hingga US$ 60-US$ 70 per ton. Dampaknya membuat banyak perusahaan batu bara bangkrut.
"Seperti produsen smartphone, margin satu ponsel itukan makin hari makin kecil, mereka harus menekan biaya produksi, jika timah naik maka margin mereka makin kecil, mereka akan berusaha cari material selain timah untuk menekan biaya produksi," katanya. (detik.com)