Jakarta - Pemerintah telah memulai proses pengajuan perubahan APBN Tahun 2014 ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Seperti tahun-tahun sebelumnya, proses ini memakan waktu sekita sebulan lamanya hingga mencapai keputusan.
Terjadi perubahan APBN dikarenakan beberapa faktor yang sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang sampai akhir tahun 2014. Terutama dari sisi asumsi makro seperti pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah, lifting minyak dan gas bumi, serta inflasi.
"Hampir semuanya terjadi perubahan asumsi, makanya diperlukan APBN perubahan," ungkap Direktur INDEF Enny Sri Hartati kepada detikFinance, Senin (26/5/2014)
Inflasi 5,3%, sebelumnya 5,5%.
Nilai tukar rupiah Rp 11.700 per dolar Amerika Serikat (AS), sebelumnya Rp 10.500 per dolar AS.
Tingkat bunga SPN 3 bulan rata-rata 6%, sebelumnya 5,5%.
Harga minyak mentah Indonesia (ICP) tetap US$ 105 per barel.
Lifting minyak 818.000 barel per hari, sebelumnya 870.000 barel per hari.
Lifting gas 1,224 juta barel setara minyak per hari, sebelumnya 1,24 juta barel setara minyak per hari
Kemudian adalah dari sisi anggaran juga mengalami perubahan. Terutama dari sisi belanja subsidi energi yang mengalami lonjakan signifikan. Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) naik Rp 65 triliun menjadi Rp 285 triliun, listrik naik Rp 35,7 triliun menjadi Rp 107 triliun.
Sementara itu, untuk penerimaan diperkirakan tidak mencapai target. Khususnya dari sisi pajak. Sehingga dari Rp 1.280,4 triliun turun menjadi Rp 1.232,1 triliun. Hal ini berdampak pada pelebaran defisit anggaran yang diperkirakan melebihi 2,5%.
"Kan defisit tidak boleh melebihi 2,5% untuk pemerintah pusat. Kalau tidak ada perubahan maka akan melanggar undang-undang kan," ujarnya.
Pemerintah juga berniat melakukan pemangkasan belanja Kementerian Lembaga (KL) untuk menyiasati defisit anggaran. Totalnya mencapai Rp 100 triliun yang terdiri dari belanja yang tidak produktif atau tidak berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi.
"Ini yang agak lucu, kalau tahu tidak produktif kenapa masih dianggarkan di awal tahun. Sekarang kan dipaksa-paksa. Ya bagaimana kalau proyek sudah mulai misalnya terus harus dibayar, masa mau dicabut lagi. Perencaannya tidak matang," terangnya. (detik.com)