korea by dewanti

Friday, November 22, 2013

Awas, Utang Swasta Terjerat Dolar

INILAH.COM, Jakarta - Jantung sebagian pengusaha nasional hari ini mungkin berdetak lebih kencang dari biasanya. Ini lantaran dolar AS terus menguat dan rupiah semakin tak bertenaga.
Pada Jumat (22/11/2013) siang rupiah terjun ke level Rp11.728 per dolar AS. Padahal, tadi pagi masih Rp11.704 per dolar AS. Ini merupakan level terendah rupiah sejak 31 Maret 2009.
Tentu saja, menguatnya dolar AS dan melemahnya rupiah, akan membuat jumlah utang luar negeri dalam mata uang dolar AS meningkat. Semakin kuat dolar AS, semakin besar utang yang harus dibayar oleh perusahaan swasta dan pemerintah.
Menurut catatan Bank Indonesia, jumlah utang luar negeri swasta per Juli 2013 sudah mencapai US$133,938 miliar atau sekitar Rp1.553,68 trilin. Dari jumlah ini, sebanyak 87,1% dalam bentuk dolar AS. Repotnya, utang luar negeri swasta yang jatuh tempo pada periode Juni-Desember 2013 mencapai US$24,17 miliar, atau sekitar 18,37% dari total utang luar negeri swasta.
Jadi, posisi utang luar negeri swasta sudah pada taraf mengkhawatirkan. Kalau dihitung-hitung, rasio utang luar negeri swasta terhadap produk domestik bruto (PDB) sudah berada di kisaran 30%. Artinya, angka ini sudah melewati ambang batas yang wajar sekitar 23%-24%.
Celakanya, seperti dikatakan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, sebanyak 15% utang luar negeri swasta itu belum memiliki lindung nilai atau hedging. Jadi, kalau tidak hati-hati, situasinya bisa berbahaya.
Beberapa waktu lalu, kabarnya, Kementerian Keuangan sudah menyusun aturan untuk mengendalikan utang luar negeri swasta. Ukuran yang dipakai adalah debt service ratio (DSR). Dengan DSR, utang luar negeri yang berlebihan bisa dibatasi.
Langkah ini ditempuh pemerintah untuk mencegah agar krisis moneter 1998 tidak terulang. Saat itu, dari total utang luar negeri per Maret 1998 sebesar US$138 miliar, sekitar US$72,5 miliar adalah utang swasta. Dari jumlah ini, sekitar US$20 miliar akan jatuh tempo di 1998. Sementara cadangan devisa tinggal US$14,4 miliar.
Inilah salah satu pendorong yang membuat ekonomi Indonesia saat itu ambruk. Nilai tukar rupiah yang pada 1997 masih Rp4.850 per dolar AS, meluncur dengan cepat ke level sekitar Rp17.000 per dolar AS pada 22 Januari 1998, atau terdepresiasi lebih dari 80% sejak mata uang tersebut diambangkan 14 Agustus 1997.
Hingga kini, trauma krisis 1998 masih membekas di banyak orang Indonesia. Mudah-mudahan krisis 1998 tidak terulang di tahun ini atau di 2014.