korea by dewanti

Tuesday, December 3, 2013

Pesan Wamendag ke BI: Jangan Biarkan Rupiah Terus Melemah

Nusa Dua -Beberapa hari terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tertekan, dan bahkan dolar sempat menembus Rp 12.000. Kondisi ini tidak boleh dibiarkan, harus ada aksi dari Bank Indonesia (BI).
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi meminta agar BI cepat melakukan intervensi agar nilai tukar rupiah tidak terus melemah. Hal ini karena Indonesia masih ketergantungan impor cukup besar terutama untuk bahan baku penolong dan barang modal.
"Namun tidak berarti pelemahan nilai tukar rupiah kita biarkan begitu saja. BI bisa mengambil langkah yang tepat untuk lakukan intervensi agar jangan sampai rupiah terus melemah. Kurs yang melemah tidak selalu baik karena kita masih menjadi nett imported seperti struktur impor kita yang tinggi 93% untuk bahan baku penolong dan barang modal," kata Bayu di Konferensi tingkat Menteri (KTM) World trade Organization (WTO) ke-IX di Bali Nusa Dua Convention Center, Selasa (3/12/2013).
Selama Januari-Oktober 2013, struktur impor memang didominasi oleh impor bahan baku/penolong yang mencapai 76,1% dan barang modal sebesar 16,9%. Impor barang konsumsi dan barang modal mengalami penurunan masing-masing sebesar 1,8% (YoY) dan 17,1% atau menjadi sebesar US$ 10,8 miliar dan US$ 26,4 miliar. Sedangkan impor bahan baku/penolong mengalami kenaikan 2,2% menjadi sebesar US$ 118,8 miliar.
Sedangkan Kenaikan impor migas selama Januari-Oktober 2013 disebabkan oleh meningkatnya permintaan minyak mentah yang meningkat sebesar 26,4%. Sementara itu, impor nonmigas yang mengalami penurunan signifikan, antara lain kapal terbang dan bagiannya dengan penurunan sebesar US$ 2,2 miliar, kendaraan & bagiannya, mesin/pesawat mekanik, pupuk, kendaraan bermotor yang mengalami penurunan antara US$ 656,4 juta sampai US$ 1,6 miliar.
"Jadi yang diimpor kan harganya jauh lebih mahal itu yang menekan biaya produksi. Oleh karena itu sistem produksi harus melakukan penyesuaian imbasnya kenaikan harga di tingkat konsumen dalam negeri. Kita juga memahami pelemahan kurs sebagai sebuah konsekuensi yang logis dari ekonomi global yang sekarang sedang terjadi," imbuh Bayu.
Walaupun begitu, Bayu menyatakan pelemahan nilai tukar rupiah berdampak positif bagi para eksportir. Hal ini karena mereka dapat meraup rupiah lebih banyak.
"Kalau misalnya jangka pendek, kurs melemah itu bagus untuk ekspor," cetusnya.
Pada kesempatan itu, Bayu juga menyatakan soal surplus neraca perdagangan Indonesia di Oktober 2013 sebesar US$ 42,2 juta. Menurutnya, surplus ini karena impor migas menurun akibat kebijakan wajib campuran biofuel 10% pada setiap liter solar.
"Neraca perdagangan kita surplus US$ 42,4 juta, ya kuncinya salah satunya adalah berjalannya implementasi mandatori BBM," kata Bayu.
Sejak tahun 2009, Pemerintah telah memberlakukan kebijakan mandatori pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN) pada sektor transportasi, industri dan pembangkit listrik melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar lain. Sebagai gambaran, produksi biodiesel di dalam negeri pada tahun 2012 sebesar 2,2 juta kL, atau meningkat 4 kali lipat dari tahun 2010 yang hanya sekitar 500 ribu KL. Sedangkan pada tahun berjalan (per tanggal 11 Agustus 2013), produksi biodiesel telah mencapai 954 ribu kL, dan yang dimanfaatkan di dalam negeri sebesar 462 ribu kL.
Produksi dan pemanfaatan biodiesel tersebut memang menunjukkan peningkatan setiap tahunnya, apalagi setelah Pemerintah mulai meningkatkan volume pencampuran biodiesel pada minyak solar menjadi 7,5% pada awal 2012 dari sebelumnya hanya 5%. Namun jika dilihat dari kapasitas terpasang industri biodiesel nasional yang mencapai 5,6 juta kL/tahun, pemanfaatan biodiesel di dalam negeri masih sangat kecil dan memiliki peluang untuk dioptimalkan. Untuk pemanfaatan bioethanol, sejak tahun 2010 tidak dapat direalisasikan dikarenakan faktor Harga Indeks Pasar (HIP) bioethanol belum cukup menarik bagi produsen bioethanol.
"Kalau sampai bulan Desember 2013 berakhir, skema ini akan menyerap 586 ribu KL biofuel atau artinya kita bisa hemat US$ 386 juta impor bahan bakar minyak" imbuhnya.
Sedangkan tahun depan, bila skema ini terus berjalan maka menurut Bayu penghematan devisa negara atas impor produk bahan bakar akan jauh lebih besar lagi.
"Andaikan tahun 2014 akan terus berlanjut dengan biofuel pembelian oleh Pertamina sebanyak 3,3 juta KL (kiloliter), dan PLN 1,7 KL maka ini kan menjadi 5 juta KL. Jadi cara ini bisa mengurangi nilai importasi migas. Kita bisa hemat di tahun 2014 sekitar US$ 3 miliar dari importasi migas," katanya. (detik.com)